Jakarta, Dibandingkan negara lain, kebijakan anti
rokok di Indonesia masih jauh tertinggal. Padahal rokok sudah
jelas-jelas diketahui berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Hingga
saat ini, publik masih menunggu-nunggu kelanjutan RPP Pengendalian
Tembakau yang tidak jelas kapan juntrungnya.
Kabar
menggembirakan muncul dari Kemenko Kesejahtetaan Rakyat (Kemenkokesra).
RPP Pengendalian tembakau ini rencananya akan sampai di tangan presiden
besok senin.
"RPP ini Insya Allah besok senin sudah ada di meja
presiden. Bulan Juli kemungkinan sudah bisa ditetapkan," kata Emil
Agustiono, Deputi Koordinasi Kesehatan, Kependudukan dan Keluarga
Berencana Kemenkokesra dalam acara Diskusi Publik Riset Relasi Politik
Bisnis Tembakau yang diselenggarakan Indonesian Corruption Watch (ICW)
di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (7/6/2012).
Menurut Emil, RPP
ini bukan disebut RPP Pengendalian Tembakau, namun RPP Pengamanan
Produk Adiktif Tembakau untuk Manusia. RPP ini tidak akan mengusik
petani tembakau sebab mengatur promosi dan konsumsi rokok di masyarakat.
Emil membocorkan 5 hal penting yang termuat dalam RPP ini, yaitu:
- Ketentuan yang mewajibkan produsen rokok mencantumkan gambar bahaya merokok sebanyak 40% dari kemasan rokok.
- Persyaratan yang membatasi iklan rokok. Salah satunya membatasi ukuran baliho iklan rokok maksimal sebesar 6X15 m.
- Menambah jumlah kawasan bebas asap rokok.
- Menyesuaikan cukai produk rokok agar tidak mudah dibeli masyarakat.
- Memberikan waktu setahun kepada industri rokok untuk menjalankan peraturan tersebut.
Emil juga menjelaskan bahwa RPP ini memuat butir-butir larangan
menjual rokok kepada anak berusia di bawah 18 tahun. Tapi seperti apa
ketentuannya dia tidak menyebutkan lebih rinci.
"Pokoknya di situ lengkap lah. Kita tidak bisa publish sebelum ditetapkan pemerintah," kata Emil.
Berlarut-larutnya
penetapan RPP ini disebabkan banyaknya pihak yang berkaitan dengan
industri tembakau. RPP ini sendiri disusun sebagai kelanjutan dari UU
no. 36 tahun 2009 pasal 113 yang menyatakan bahwa tembakau merupakan
zat adiktif dan harus diatur penggunaannya.
Awalnya RPP ini
disusun oleh Kementrian Kesehatan. Namun karena derasnya pro kontra di
masyarakat, terutama yang berkaitan dengan industri tembakau, presiden
meminta Kemenkokesra dan Kementrian Perekonomian untuk ikut membahas
RPP ini.
Dengan adanya RPP ini, diharapkan bisa membuat upaya mewujudkan lingkungan yang sehat tanpa asap tembakau segera tercapai.
Putro Agus Harnowo - detikHealth
(
pah/ir)